biografi-thomas-robert-malthus

Biografi Tokoh Sosiologi Thomas Robert Malthus Dan Pemikirannya Tentang Kependudukan

Biografi Singkat Thomas Robert Malthus

Tokoh Sosiologi, Ilmu Politik dan Ekonomi yang teorinya tentang kependudukan banyak dikaji ini terlahir di Surrey, Inggris, 13 Februari 1766, dan meninggal di Haileybury, Hertford, Inggris, 23 Desember1834 pada umur 68 tahun), ilmuwan ini biasanya dikenal sebagai Thomas Malthus, meskipun ia lebih suka dipanggil dengan nama tengahnya yaitu “Robert
Malthus”. beliau adalah seorang pakar demografi Inggris dan ekonomi politik yang paling terkenal karena pandangannya yang pesimistik namun sangat berpengaruh tentang pertambahan penduduk.

Robert Malthus dilahirkan dalam sebuah keluarga yang kaya. Ayahnya, Daniel, adalah sahabat pribadi filsuf dan skeptik David Hume dan kenalan dari Jean-Jacques Rousseau. Malthus muda dididik di rumah hingga ia diterima di Jesus College, Cambridge pada 1784. Di sana ia belajar banyak pokok pelajaran dan memperoleh penghargaan dalam deklamasi Inggris, bahasa Latin dan Yunani. Mata pelajaran utamanya adalah matematika. Ia memperoleh gelar magister pada 1791 dan terpilih menjadi fellow dari Jesus College dua tahun kemudian Pada tahun 1793 ia menjadi pengikut Jesus College dan asisten pendeta gereja Okewood sebuah biara atau kapel di Wotton.

Saat ia bekerja di Wotton Malthus terlibat perdebatan sengit dengan ayahnya tentang kemampuan meningkatkan kekayaan ekonomi oleh orang-orang sudah lanjut. Ayahnya berpendapat bahwa hal itu mungkin namun Malthus tetap skeptis. Perselisihan
ini mendorong Malthus untuk membaca dan kemudian membuat beberapa tulisan tentang topik tersebut. Hasilnya adalah Essay on Population yang pertama kali diterbitkan tahun 1798.

Malthus menikah pada 1804 ia dan istrinya mempunyai tiga orang anak. Pada 1805 ia menjadi profesor Britania pertama dalam bidang ekonomi politik di East India Company College di Haileybury di Hertfordshire. Siswa-siswanya menyapanya dengan sebutan
kesayangan “Pop” (yang dapat berarti “papa”) “Populasi” Malthus. Pada 1818, ia terpilih menjadi Fellow dari Perhimpunan Kerajaan.

Malthus menolak dibuat fotonya hingga tahun 1833 karena ia merasa malu karena sumbing. Masalah ini kemudian diperbaiki lewat operasi, dan Malthus dianggap sangat tampan. Sumbingnya juga meluas hingga ke dalam mulutnya yang memengaruhi bicaranya. Cacat ini adalah bawaan sejak lahir yang cukup lazim di lingkungan keluarganya.

Esai tentang populasi yang dibuat Malthus ini tak lama kemudian menjadi terkenal, dan pada tahun 1805 ia mendapatkan pekerjaan sebagai Profesor Sejarah, Politik, Perdagangan dan Keuangan di New East India College dekat kota London. Perguruan tinggi ini terutama melatih para pengusaha dari Perusahaan Hindia Timur yang akan menduduki jabatan administratif di India.

Posisi Malthus membuat dirinya sebagai salah seorang ahli ekonomi akademik yang pertama.

Sesudah Adam Smith, Thomas Malthus dianggap sebagai pemikir klasik yang sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran-pemikiran ekonomi. Malthus menimba pendidikan di St. John’s College, Cambridge, Inggris dan kemudian melanjutkan ke EastIndiaCollege.

Sewaktu ia diangkat sebagai dosen pada EastIndiaCollege, untuk pertama kalinya ekonomi politik (political economy) diakui sebagai disiplin ilmu tersendiri.

Pemikiran-pemikiriannya tentang ekonomi politik dapat diikuti dari: Principles of Political Economy (1820) dan Definitions of Political Economy (1827). Selain itu, buku-buku lain yang ditulis Malthus cukup banyak, antara lain: Essay on the Principle of Population as it Affects the Future Improvement of Society (1798); dan An Inquiry into the Nature and Progress of Rent (1815).

Pandangan Mathaus dalam ilmu Sosiologi dan antropologi tentang kependudukan

Model Malthusian pada bukunya yang berjudul An Essay on the Principle of Population as it Affects the Future Improvement of Society, ekonom terdahulu Thomas Robert Malthus (1766-1834) memperlihatkan apa yang mungkin dapat disebut ramalan paling mengerikan sepanjang sejarah. Malthus memperkirakan bahwa semakin meningkatnya populasi akan secara terus menerus membebani kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Menurut prediksinya, umat manusia selama hidup dalam kemiskinan.

Malthus memulai dengan satu catatan, “makanan penting bagi keberadaan manusia” dan kemudian “nafsu antara manusia adalah penting dan akan terus berada pada kondisi seperti saat ini.” Dia menyimpulkan bahwa “kekuatan populasi tak terbatas lebih besar daripada kekuatan bumi untuk memberikan hasil alam bagi manusia.” Menurut Malthus satu-satunya pengendalian pertumbuhan populasi adalah “kesengsaraan dan sifat buruk.” Malthus mengungkapkan usaha-usaha yang dilakukan oleh badan-badan amal atau pemerintah untuk mengurangi kemiskinan justru akan kontraproduktif karena akan menyebabkan kaum miskin terus menerus memiliki keturunan, menempatkan lagi lebih banyak beban pada kemampuan produktif masyarakat.

Meskipun model Malthusian kemungkinan menjelaskan kondisi dunia pada saat Malthus hidup, prediksinya yang mengatakan manusia akan hidup dalam kemiskinan selamanya terbukti salah. Populasi dunia telah meningkat sebesar enam kali lipat selama dua decade terakhir, dan standar kehidupan rata-rata jauh lebih tinggi. Karena adanya pertumbuhan ekonomi, kelaparan kronis dan kekurangan gizi tidak banyak lagi ditemukan saat ini dibandingkan saat Malthus masih hidup. Kelaparan masih terus terjadi, tapi kejadian tersebut lebih disebabkan karena distribusi pendapatan yang tidak merata dan ketidakstabilan politik, dan bukan diakibatkan oleh tidak tersedianya bahan pangan.

Malthus gagal melihat bahwa pertumbuhan dalam daya pikir manusia jauh melampaui dampak dari populasi yang terus bertambah. Pestisida, pupuk, mekanisasi peralatan pertanian, varietas bibit baru, dan berbagai kemajuan teknologi lainnya membuat petani sanggup menyediakan makanan bagi jumlah penduduk yang terus bertambah. Bahakan dengan jumlah mulut yang terus bertambah untuk diberi makan, hanya sedikit petani yang diburuhkan karena setiap petani menjadi sangat produktif. Saat ini, jumlah orang Amerika yang bekerja di bidang pertanian hanya dibawah 2%, namun mereka mampu menyediakan bahan pangan bagi seluruh negeri, bahakan mengekspor kelebihannya keluar negeri.

Selain itu meskipun “nafsu antara manusia” sama kuatnya seperti pada saat Malthus masih hidup, kaitan anatara nafsu dan populasi pertumbuhan seperti yang diasumsikan oleh Malthus tidak terjadi lagi karena adanya alat kontrasepsi modern. Banyak negara maju, seperti yang terjadi di wilayah Eropa Barat, saat ini tingkat kelahiran lebih rendah daripada tingkat pergantiannya. Ada saat beberapa decade ke depan, populasi yang terus menyusut akan cenderung terjadi daripada populasi yang terus berkembang. Karena itu, sedikit sekali alas an untuk berfikir bahwa populasi yang terus bertambah akan jauh melebihi produksi makanan dan membuat umat manusia hidup dalam kemiskinan.