Teori-Teori Modern dalam Sosiologi Agama

Teori-Teori Modern dalam Sosiologi Agama

Teori-Teori Modern dalam Sosiologi Agama – Pada tulisan yang lalu saya membahas mengenai teori klasik beserta para tokohnya. Pada pembahasan kali ini saya akan membahas mengenai teori moden menurut para tokoh sosiologi agama. Adapun Teori-Teori Modern dalam Sosiologi Agama antara lain:

A. Teori Pilihan Rasional

Teori pilihan rasional dalam agama pada dasarnya merupakan teori yang
ditujukan untuk memahami agama melalui model penjelasan ekonomi. Laurence R. Iannaccone merupakan salah satu eksponen teori pilihan rasional yang cukup berpengaruh. Menurut Iannaccone (1998), studi-studi tentang agama memberikan keuntungan baik bagi ekonomi maupun sosiologi. Menurutnya, bahwa manusia diasumsikan bersikap rasional dalam bertindak, yakni cenderung memaksimalkan pilihan perilakunya. Dalam beragama, seseorang menerima ajaran dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Sepanjang hidupnya seseorang melakukan modifkasi pilihan agamanya, berubah-ubah tingkat partisipasi keagamaannya dan memodifkasi karakter, atau bahkan berganti agama. Perubahan tersebut merupakan respons terhadap perubahan berbagai variable, seperti perbedaan “harga”, pendapatan, keterampilan, pengalaman, hambatan sumber daya, dan akses terhadap perbedaan teknologi. Institusi agama seperti halnya gereja atau masjid dipandang sebagai “produsen”, ajaran agama dipandang sebagai “produk”, dan jamaah atau umat dipandang sebagai “konsumen”.

Teori pilihan rasional sebagaimana dikatakan Iannaccone (1997: 28), mempunyai tiga asumsi:

  1. Individu bertindak secara rasional, menimbang biaya dan keuntungan dari tindakan yang akan dilakukannya, kemudian memilih tindakan yang dapat memberikan keuntungan maksimum;
  2. preferensi utama (atau kebutuhan) yang digunakan individu untuk mengakses biaya dan
    keuntungan cenderung tidak bervariasi antar orang atau antar waktu;
  3. dampak sosial membentuk ekuilibria (keseimbangan) yang muncul dari agregasi dan interaksi tindakan individu.

 

B. Talcott Parsons

Parsons merupakan sosiolog terkemuka Amerika, lahir 13 Desember 1902 di Colorado Springs, Colorado. Ayahnya adalah anggota parlemen dan aktif dalam gerakan reformasi sosial, seperti “the Social Gospel movement”. Parsons memperoleh gelar sarjana di Amherst College dengan kajian utama biologi, leisure and tourism, dan flsafat. Parsons menghabiskan sebagian besar karier akademiknya sebagai profesor sosiologi di Universitas Harvard.

  1. Parsons mempertahankan posisinya bahwa agama tetap berperan pada masyarakat modern. Parsons mengembangkan teori “agama cinta” (the religion of love) berdasarkan pengamatannya terhadap masyarakat Amerika pada dekade 1970-an. Budaya Amerika yang berkembang antara dekade 1960–1970 menampilkan reaksi terhadap aspek-aspek individualisme utilitarian dan rasionalitik dan gerakan baru menekankan solidaritas efektif di masyarakat. Karena agama cinta menjadi agama sekuler, menghasilkan tingkat integrasi
    baru karena religiusitas baru menjadi terinstitusionalisasikan.
  2. Melalui karyanya Te Social System, Parsons (1991: 130) mengintegrasikan agama ke dalam sistem sosial keseluruhan. Agama bersifat disfungsional jika terlalu berorientasi pada luar dunia (other-worldly) yang hal itu dapat meruntuhkan motivasi seseorang berperan dalam sistem.

 

C. Robert N. Bellah

Robert Neelly Bellah lahir pada 1927 dan tumbuh besar di Los Angeles. Ia merupakan sosiolog budaya dan agama Amerika terkenal. Selama PD II, ia belajar sosiologi, antropologi, dan bahasa-bahasa Timur Jauh di Universitas Harvard. Ia memperoleh gelar doktoralnya pada 1955 di Islamic Institute McGill University, Kanada. Ia mengajar di Berkeley hingga 1997. Ia
merupakan penganut Marxisme. Dibawah pengaruh gurunya Talcott Parsons, ia kemudian memperkenalkan karya Weber dan Durkheim dan akhirnya berkomitmen terhadap dirinya untuk menjadi sosiolog yang memiliki perspektif netral. Ia memperoleh medali kemanusiaan nasional pada 2000 (Gissen and Suber, 2005: 49).

  1. Fokus analisis Bellah ialah evolusi sosial agama. evolusi dalam agama meningkatkan diferensiasi dan kompleksitas sistem simbol. Ia melihat ritual sebagai basis tindakan sosial, kemudian mengembangkan taksonomi agama ke dalam lima tahap yang kemudian sering disebut sebagai teori transformasi.
  2. Teori agama Bellah berdasarkan asumsi bahwa masyarakat didasarkan pada pemahaman moral agama. Ia melihat masyarakat sebagai totalitas dan fungsi agama dalam hal ini ialah memberikan makna dan motivasi bagi sistem keseluruhan. Agama merupakan fenomena universal.
  3. Bellah mendiskusikan hubungan antara agama dan politik dalam terminologi problem legitimasi. Ia memostulatkan bahwa dalam masyarakat modern, agama berada dalam ranah publik dan akan menjadi civil religion yang didefnisikan sebagai faktor religius sosial yang berbeda dengan gereja dan negara. Menurut Bellah, civil religion terdiri atas seperangkat transenden ideal yang masyarakat dinilai, diintegrasikan, dan dilegitimasi.