source: https://id.pinterest.com/

Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Paradigma Positivisme

Oleh Anis Mirna Defi

Positivisme merupakan aliran filsafat yang menyatakan empirisme sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar. Aliran ini menolak keberadaan nilai kognitif dari pemahaman filosofis maupun metafisik. Dalam arti lain, positivisme dikatakan sebagai aliran  yang berpendirian bahwa filsafat hendaknya berlandaskan pada peristiwa nyata yang dialami manusia. Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif di sini sama artinya dengan faktual, yaitu apapun yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut pandangan positivisme, pengetahuan tidak diperbolehkan melebihi fakta-fakta yang terjadi. Walaupun pandangan ini banyak mendapatkan kritik, pembahasan tentang positivisme masih sering dibicarakan di kalangan para ilmuwan.

Berbicara tentang positivisme, Giddens menjelaskan bahwa pengalaman empiris menjadi dasar pokok pengetahuan manusia. Objek yang diamati ataupun diobesrvasi harus berkaitan dengan hal nyata dari pengetahuan manusia. Sehingga prinsip fundamental dari positivisme adalah pengalaman terhadap fakta dan verifikasi langsung. Selain itu pengetahuan empirik; berdasarkan data; yang aktual atau benar-benar terjadi; objek penelitian dalam bentuk fisik juga menjadi prinsip yang diutamakan. Selain itu, Comte juga telah mengklasifikasikan ilmu-ilmu yang ada.Menurutnya, semua ilmu pengetahuan memusatkan diri pada kenyataan faktual, dan karena kenyataan faktual itu berbeda-beda, maka harus ada perbedaan sudut pandang dari ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, terjadi pengkhususan dalam ilmu pengetahuan. Untuk menetapkan ilmu-ilmu khusus, Comte berusaha menemukan ilmu-ilmu yang bersifat fundamental, artinya dari ilmu-ilmu itu diturunkan ilmu-ilmu lain yang bersifat terapan. Dalam adikaryanya itu, Comte menyebutkan enam ilmu fundamental, yakni: matematika, astronomi, fisika, kimia, fisiologi biologi, dan fisika sosial (sosiologi). Keenam ilmu dasar itu diurutkan sedemikian rupa sehingga mulai dari yang paling abstrak ke yang paling konkret, yang lebih kemudian tergantung pada yang terdahulu

Dengan demikian, Positivisme memandang ilmu pengetahuan harus berdasarkan nalar (reason) dan pengamatan (observation). Nalar dan pengamatan pada positivisme berperan sangat penting ketika hendak mengkaji suatu fenomena. Asumsi ini sekaligus menggambarkan tentang positivisme yang selalu menjunjung tinggi fakta-fakta yang bersifat empiris. Hal ini kemudian berdampak pada gejala-gejala yang sifatnya tidak empiris (ghaib) cenderung diabaikan oleh positivisme. Alasannya adalah fenomena yang bersifat ghoib seringkali sulit dinalar dan dilakukan pengamatan.