Biografi Abu Dzar Alghifari, Bapak Sosiologi Islam

Biografi Abu Dzar Alghifari, Bapak Sosiologi Islam

Biografi Abu Dzar Alghifari

Abu Dzar berasal dari Suku Ghiffar yang tinggal di daerah yang dilalui oleh kafilah-kafilah dagang, Tanggal Kelahiran Abu Dzar Al-Ghifari tidak diketahui ahli sejarah dan beliau terlahir dengan nama Jundub, Abu Dzar Al-Ghifari wafat di Rabza, sebuah kampung kecil di jalur jalan kafilah Irak Madinah pada 8 Dzulhijjah 34 hijriyah.

Abu Dzar termasuk sahabat nabi, karena ia masuk islam ketika nabi masih hidup. Ia mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekkah untuk menyatakan keislamannya. Abu Dzar Al Ghifari berasal dari suku Ghifar.

Bani Ghifar adalah qabilah Arab suku badui yang tinggal di pegunungan yang jauh dari peradaban orang-orang kota. Lebih-lebih lagi suku ini terkenal sebagai gerombolan perampok yang senang berperang dan menumpahkan darah serta pemberani. Bani Ghifar terkenal juga sebagai suku yang tahan menghadapi penderitaan dan kekurangan serta kelaparan. Latar belakang tabi’at kesukuan, apakah itu tabiat yang baik ataukah tabi’at yang jelek, semuanya terkumpul pada diri Abu Dzar.

Abu Dzar sebelum memeluk Islam, beliau dulu adalah seorang perampok yang mewarisi karir orang tuanya selaku pimpinan besar perampok kafilah yang melaui jalur itu. Teror di wilayah sekitar jalur perdagangan itu selalu dilakukannya untuk mendapatkan harta dengan cara mudah. Hidupnya penuh dengan kejahatan dan kekerasan. Siapa pun di tanah Arab masa itu tahu, jalur perdagangan Mekkah-Syiria dikuasai perampok suku Ghiffar, sukunya.

Namun begitu, hati kecil Abu Dzar sesungguhnya tak menerimanya. Pergolakan batin membuatnya sangat menyesali perbuatan buruk tersebut. Akhirnya ia melepaskan semua jabatan dan kekayaan yang dimilikinya. Kaumnya pun diserunya untuk berhenti merampok. Tindakannya itu menimbulkan amarah sukunya. Abu Dzar akhirnya hijrah ke Nejed bersama ibu dan saudara laki-lakinya, Anis, dan menetap di kediaman pamannya.

Di tempat ini pun ia tidak lama. Ide-idenya yang revolusioner berkait dengan sikap hidup tak mengabaikan sesama dan mendistribusikan sebagian harta yang dimiliki, menimbulkan kebencian orang-orang sesuku. Ia pun diadukan kepada pamannya. Kembali Abu Dzar hijrah ke kampung dekat Mekkah.

Nama lengkapnya yang mashur ialah Jundub bin Junadah Al Ghifari dan terkenal dengan kuniahnya Abu Dzar. Di suatu hari tersebar berita di kampung Bani Ghifar, bahwa telah muncul di kota Makkah seorang yang mengaku sebagai utusan Allah dan mendapat berita dari langit. Berita ini membuat penasaran Abu Dzar, sehingga dia mengutus adik kandungnya, Unais Al Ghifari untuk mencari berita ke Makkah. Unais sendiri adalah seorang penyair yang sangat piawai dalam menggubah syair-syair Arab.

Setelah beberapa lama, kembalilah Unais kekampungnya dan melaporkan kepada Abu Dzar tentang yang dilihat dan didengar di Makkah berkenaan dengan berita tersebut. Unais menjelaskan bahwa ia telah menemui seseorang yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan jelek. Orang tersebut adalah yang benar ucapannya.

Abu dzar semakin penasaran sehingga iapun pergi ke mekah, saat itu ia bertemu dengan Ali bin Abi Thalib, kemudian Ali bin Abi Thalib mengajaknya pergi menemui rasulullah.

Inilah saat yang paling dinanti oleh Abu Dzar dan ketika Rasulullah menawarkan Islam kepadanya, segera Abu Dzar menyatakan masuk Islam dituntun Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dengan mengucapkan dua kalimah syahadat. Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam berwasiat kepadanya : “Wahai Aba Dzar, sembunyikanlah keislamanmu ini, dan pulanglah ke kampungmu !, maka bila engkau mendengar bahwa kami telah menang, silakan engkau datang kembali untuk bergabung dengan kami”.

Mendengar wasiat tersebut Abu Dzar menegaskan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam: “Demi yang Mengutus engkau dengan kebenaran, sungguh aku akan meneriakkan di kalangan mereka bahwa aku telah masuk Islam”. Dan Rasulullah mendiamkan tekat Abu Dzar tersebut.

Setelah menyatakan keislamannya, ia berkeliling Mekkah untuk meneriakkan bahwa ia seorang Muslim, hingga ia dipukuli oleh suku Quraisy. Atas bantuan dari Abbas bin Abdul Muthalib, ia dibebaskan dari suku Quraisy, setalah suku Quraisy mengetahui bahwa orang yang dipukuli berasal dari suku Ghifar.

Dianggap sebagai Bapak Sosiolog Islam

Meski tak sepopuler sahabat-sahabat besar seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, namun sosoknya tak dapat dilepaskan sebagai tokoh yang paling giat menerapkan prinsip egaliter, kesetaraan dalam hal membelanjakan harta di jalan Allah. Ditentangnya semua orang yang cenderung memupuk harta untuk kepentingan pribadi, termasuk sahabat-sahabatnya sendiri.

Di masa Khalifah Utsman, pendapat kerasnya tentang gejala nepotisme dan penumpukan harta yang terjadi di kalangan Quraisy membuat ia dikecam banyak pihak. Sikap serupa ia tunjukkan kepada pemerintahan Muawiyah yang menjadi gubernur Syiria. Baginya, adalah kewajiban setiap muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya kepada saudara-saudaranya yang miskin.

Kepada Muawiyah yang membangun istana hijaunya atau Istana Al Khizra, abu Dzar menegur, “Kalau Anda membangun istana ini dengan uang negara, berarti Anda telah menyalahgunakan uang negara. Kalau Anda membangunnya dengan uang Anda sendiri berarti Anda telah berlaku boros,” katanya. Muawiyah hanya terdiam mendengar teguran sahabatnya ini.

Dukungannya kepada semangat solidaritas sosial, kepedulian kalangan berpunya kepada kaum miskin, bukan hanya dalam ucapan. Seluruh sikap hidupnya ia tunjukkan kepada upaya penumbuhan semangat tersebut. Sikap wara’ dan zuhud selalu jadi perilaku hidupnya. Sikapnya inilah yang dipuji Rasulullah . Saat Rasul akan berpulang, Abu Dzar dipanggilnya. Sambil memeluk Abu Dzar, Nabi berkata “Abu Dzar akan tetap sama sepanjang hidupnya. Dia tidak akan berubah walaupun aku meninggal nanti.” Ucapan Nabi ternyata benar. Hingga akhir hayatnya kemudian, Abu Dzar tetap dalam kesederhanaan dan sangat shaleh.

Sebelum masuk Islam dia adalah pemuka kelompok Ghifari. Dia seorang penganut ideologi yang bersedia untuk mati demi tegaknya kebenaran. Baginya kebenaran adalah mengatakan sesuatu yang hak dengan terus terang dan menentang yang batil. Dia adalah tokoh pembela kaum mustad’afin atau kaum yang tertindas, seorang Muslim yang komited, tegar, revolusioner, yang menyampaikan pesan persamaan, persaudaraan, keadilan, dan pembebasan.

Dia melakukan demonstrasi-demonstrasi dan tunjuk perasaan menentang kedzaliman penguasa. Dia menyampaikan kontrol sosial, meminta kepada orang yang berkuasa untuk berlaku adil terhadap rakyat miskin yang telah kehilangan hak-haknya. Dia juga mendorong masyarakat untuk merebut hak mereka dan memberantas kemiskinan yang mendekatkan diri kepada kekufuran. Sehingga dia dianggap sebagai bapak pencetus kontrol social di kalangan umat islam pada zaman itu, dan kisah – kisahnya menjadi rujukan ulama dan ilmuwan pada zaman – zaman sesudahnya tentang permasalahan social.

 

Sumber:

  1. biografi-tokoh-ternama.blogspot.com
  2. www.laduni.id