https://kempalan.com/

Mengenal Pemikiran Jurgen Habermas

Ditulis oleh Anis Mirna Defi

Jurgen habermas merupakan tokoh yang sangat terkenal dalam aliran filsafat. Teori kritis yang dihasilkannya memberikan pengaruh yang besar dalam kajian ilmu sosial. Habermas memandang teori kritis sebagai metodologi yang berdiri diantara ketegangan dialektis filsafat dan ilmu. Dengan adanya teori kritis ini, habermas ingin menembus realitas maupun data empiris yang ada, dengan tiga hal yakni pengetahuan, ilmu dan teknologi. Baginya, ketiga hal ini memiliki keterkaitan yang erat. Pengetahuan merupakan aktivitas, proses, kemampuan, serta bentuk kesadaran manusia, sedangkan ilmu sebagai satu pengetahuan yang direfleksikan secara metodis. Jika ilmu dan pengetahuan membeku menjadi suatu delusi atau kesadaran palsu yang merintangi praksis sosial manusia untuk merealisasikan kebaikan, kebenaran, kebahagiaan dan kebebasannya, maka keduanya telah berubah menjadi ‘ideologis. (Irfaan, 2009).

Terdapat beberapa pemikiran habermas yang berpengaru dalam ilmu sosial yakni sebagai berikut :

1.Teori Kepentingan Kognitif

Pada teori ini,Habermas menolak anggapan dasar bahwa ada pengetahuan yang betul-betul bebas dari kepentingan. Secara tidak langsung, setiap pengetahuan pasti ada suatu kepentingan yang menaungi pengetahuan tersebut. Untuk itulah, menurut Habermas, diperlukan suatu ‘pencerahan’ tentang kepentingan yang mendorong pengetahuan. Itulah yang membongkar selubung ideologis. Namun demikian, Habermas tidak menerima anggapan bahwa pengetahuan mesti melayani kepentingan, dalam hal ini kepentingan kelas-kelas tertentu. Terdapat tiga macam hal yang menjadi pendorong tiga kepentingan dasar manusia;

  1. Pertama, manusia sebagai spesies mempunyai kepentingan teknis untuk mengontrol lingkungan eksternalnya melalui perantaraan kerja, yang mana kepentingan ini timbul di dalam pengetahuan informatif, yang secara metodis disistematisasikan menjadi ilmu-ilmu empiris-analistis.
  2. Kedua, manusia sebagai spesies memiliki kepentingan praktis untuk menjalin pemahaman timbal balik dengan perantaraan bahasa, dan kepentingan ini mewujudkan dirinya di dalam pengetahuan interpretatif yang disistematisasikan secara metodis dalam ilmu-ilmu historishermeneutis.
  3. Ketiga, kepentingan emansipatoris untuk membebaskan diri dari hambatan-hambatan ideologis, melalui perantaraan kekuasaan dan kepentingan. Kepentingan ini mewujudkan dirinya dalam pengetahuan analitis, yang disistematisasikan secara metodis, menjadi ilmu-ilmu sosial yang kritis atau kritik ideologi

2. Teori Perbuatan Tutur

Teori ini digunakan untuk menganalisis sifat khusus dari praksis komunikatif. Inti pemikirannya bahwa berbahasa atau berbicara harus dimengerti sebagai suatu cara melakukan perbuatan tertentu, yaitu perbuatan tutur. Perbuatan tutur itu terdiri atas dua bagian, yakni bagian proposisional yang menunjuk kepada fakta atau kenyataan tertentu dan bagian performatif, tempat penutur menjelaskan bagaimana kenyataan itu harus dipahami oleh pendengar. Dalam hal penutur menyampaikan sifat komunikatif kepada pendengar, maka harus terkandung klaim kesahihan (validity claim), yang terdiri atas klaim kebenaran (truth), ketepatan normatif (normative rightness), dan keikhlasan (truthfulness). Menurut Habermas, benar adalah ucapan-ucapan yang diterima berdasarkan konsensus di antara semua pihak yang bersangkutan. Konsensus dapat dinilai rasional. Semua peserta diskusi mengemukakan argumentasi relevan yang bertumpu pada argumentasi yang terbaik. Argumentasi terbaik itu akan muncul, jika syarat komunikatif itu juga terpenuhi hingga membuahkan situasi percakapan yang ideal (the ideal speech situation), jika; (1) peserta memiliki peluang yang sama untuk memulai diskusi atau mengemukakan dan mengritik argumentasi peserta lain, (2) tidak ada perbedaan kekuasaan dalam mengajukan argumentasi, dan (3) peserta dengan ikhlas mengungkapkan pemikirannya hingga tidak ada manipulasi. (Irfaan, 2009).

2. Ruang Publik dalam perspektif Hubermas

Bagi Habermas, ruang publik senantiasa dipandang dalam perspektif politik. Pada dasarnya, ruang publik memainkan peran yang vital dalam penguatan demokrasi, yakni sebagai ruang yang dihidupi oleh masyarakat sipil dan berfungsi sebagai intermediari antara negara dengan individu privat. Melalui ruang publik, politik yang dijalankan secara formal dikontrol dan diperiksa secara saksama melalui nalar publik. Ruang publik politis selalu mengasumsikan mengenai perbedaan antara ruang publik dengan ruang privat. Ruang publik disini hendaknya tidak dipahami secara utopis sebagai ruang yang kedap dari pengaruh ruang-ruang lain yang ada dalam masyarakat luas, termasuk pengaruh dari negara (Calhoun, 2010). Ruang publik sebaiknya juga tidak dimengerti secara sempit sebagai ruang spasio-fisikal tertentu yang memiliki batas serta wujud yang jelas. Kepublikan direpresentasikan oleh negara yang mengatur masyarakat sedangkan keprivatan direpresentasikan oleh masyarakat sipil yang otonom. Ruang publik borjuis muncul ketika masyarakat sipil (kaum borjuis) mulai melancarkan gugatan terhadap klaim kepublikan negara, yang dirumuskan berupa pertanyaan tentang sudahkah negara melayani kepentingan publik. Ruang publik borjuis dengan demikian merupakan ruang dari orangorang privat yang berkumpul bersama sebagai publik. Negara diajak berdebat tentang isu-isu yang pada dasarnya bersifat privat namun memiliki relevansi publik, seperti isu pertukaran komoditas dan kerja sosial (Habermas, 1989: 27). Di sini, terdapat dinamika unik yang mementahkan pandangan yang mengontraskan secara keras antara yang publik dengan yang privat. Untuk mempertahankan kepentingan mereka, khususnya kepentingan ekonomi, maka kemudian dibentuklah forum-forum publik seperti warung kopi, klub, salon, dan table societies. Pertemuan-pertemuan semacam inilah yang membentuk basis institusional dari ruang publik borjuis. (Prasetyo,2012)