Tipologi Masyarakat Agama Perspektif Sosiologi Agama
Tipologi Masyarakat Agama Perspektif Sosiologi Agama

Sosiologi Agama – Fungsi Agama dalam Masyarakat

Sosiologi Agama - Fungsi Agama dalam Masyarakat
Source: https://teropong.id/forum/2018/09/25/pengertian-agama-tujuan-fungsi-dan-pengelompokkan-agama/

4. Berfungsi Sebagai Kontrol Sosial

Fungsi ini sifatnya psikologis serta nonfisik, yang merupakan tekanan mental terhadap individu. Sehingga setiap individu akan bersikap dan bertindak sesuai dengan keinginan kelompok. Adapun hasil dari pengawasan sosial menurut Astrid Susanto (1983:116), antara lain, (1) kelangsungan hidup yang sekaligus kesatuan kelompok, dan (2) proses pembentukan kepribadian (norma, agama atau budaya) sesuai dengan keinginan kelompok. Menurut Jalaluddin (2002), ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawas sosial secara individu maupun kelompok.

Dari fungsi pengawasan sosial ini maka agama berperan, (1) meneguhkan kaidah atau norma susila yang dipandang baik dan sesuai bagi kehidupan masyarakat, (2) mengamankan dan melestarikan kaidah tersebut dari infiltrasi agama baru atau pengaruh umum dari negara, (3) agama dapat mengadakan inkulturasi pada nilai hukum adat setempat, dan (4) memberlakukan (reward and punishment), bagi anggota kelompok secara adil (Hendopuspito, 1983:47).

 

5. Pemupuk Solidaritas

Para penganut agama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, sehingga dapat mempersatukan semua golongan atas nama agama (Jalaluddin : 2002).

Durkheim berpendapat bahwa inti dari dari agama itu adalah membentuk persaudaraan atau kelompok masyarakat dengan ikatan moral yang sama. Oleh karena itu, fungsi ini secara sosiologis sangatlah relavan dengan keberadaan agama yang merepresentasikan sebagai institusi sosial. Dengan agama, manusia dari berbagai ras, suku bangsa dan budaya dapat dipersatukan dalam komuni persaudaraaan (brotherhood), dimana mereka menemukan hakikat kemanusiaan sebagai makhluk sosial (Wibisono, 2020:62).

Dengan agama pula, manusia mudah dipersatukan melalui simbol-simbol sakralnya. Argumen inipun, secara ilmiah telah banyak dibuktikan dengan berbagai hasil penelitian, terutama disiplin ilmu-ilmu sosial, yang membuktikan bahwa manusia mudah dipersatukan melalui pendekatan agama.

 

6. Berfungsi Transformatif

Pengertian transformatif sendiri yaitu, mengubah bentuk kehidupan yang lama (usang) menjadi bentuk kehidupan baru. Makna ini berarti, mengubah prilaku pola lama yang cenderung konservatif menuju pola prilaku yang lebih maju dan produktif. Dengan begitu, idealnya keberadadaan agama diharapkan berfungsi merubah cara berfikir, bersikap maupun berinteraksi dengan sesama, sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang selalu dinamis dan menerima proses perubahan sebagai keharusan universal. Fungsi ini, sesungguhnya sesuai dengan karakter sejati dari agama itu sendiri yakni pembebasan dari keterbelengguan dan keterkungkungan, sekaligus menghendaki adanya dinamika sosial yang terus-menerus. Fungsi inilah yang dapat melanggengkan dan melestarikan keberadaan agama di tengah-tengah hinggar-bingarnya kemajuan ilmu dan teknologi (Wibisono, 2020:61).

Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. kadangkala mampu mengubah kesetiaan kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya sebelum itu (Jalaluddin : 2002).

 

7. Berfungsi Kreatif

Agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga demi kepentingan orang lain. Penganut agama tidak hanya disuruh bekerja secara rutin, akan tetapi juga dituntut melakukan inovasi dan penemuan baru (Jalaluddin : 2002).

Penganut agama tidak hanya disuruh bekerja secara rutin, akan tetapi juga dituntut melakukan inovasi, kreasi dan penemuan baru agar kebermanfaatan dirinya dapat diakui oleh agama sehingga secara dogmatis akan mendapatkan pahala. Kebermanfaat ini di satu sisi akan menambah keyakinan antar pemeluk agama karena dapat melegitimasi bahwa seseorang bermanfaat karena agama dan di sisi lain akan menjadi pengakuan kepada pemeluk agama lain. Fungsi ini juga akan menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.

 

8. Berfungsi Sublimatif

Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat duniawi namun juga yang bersifat ukhrawi. Segala usaha tersebut selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, dilakukan secara tulus ikhlas karena dan untuk Allah adalah ibadah (Jalaluddin : 2002).

Setiap ajaran agama bisa menjadi penghambat atau reem terhadap perilaku manusia yang tidak baik. Dengan menyakini dan menyadari agama secara optimal, umat yang beragama tidak mudah terjerumus kedalam perilaku yang menyimpang. Dengan menyakini agama secara optimal, manusia tidak akan serakah, akan selalu mensyukuri nikmatnya sesuai apa yang diterima. Karena jika manusia selalu tidak puas, dan serakah akan melahirkan perasaan ambisi, selalu curiga dengan orang lain dan tidak segan-segan menyalahi aturan yang ada dalam agama.

 

Source :

  • Hendropuspito. 1984. Sosiologi agama. Pengarang,  EDISI, Cet. 2. Yogyakarta: Yayasan Kanisius
  • Faisal Ismail.1997. Paradigma Kebudayaan Islam (studi Kritis dan Refleksi. Historis), Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
  • Jalaluddin. 2002. Psikologi Agama Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
  • Syaiful Hamali. 2017. Agama Dalam Perspektif Sosiologis. Al-Adyan Volume 12, Nomor 2, Juli – Desember, 2017.
  • Yusuf Wibisono. 2020. Sosiologi Agama. Bandung : Uin Bandung Press.