Hobi Mengadopsi Boneka Arwah Menurut Pandangan Sosiolog
Three Dolls Lying on Bed

Hobi Mengadopsi Boneka Arwah Menurut Pandangan Sosiolog

Trend Adopsi Boneka Arwah

Meski trend ini banyak dibicarakan di tahun 2022, bahkan sampai viral diberitakan di banyak social media loo, tapi pada kekinian, suatu fenomena baru tersebut menjadi sebuah trend tersendiri dan bahkan mempunyai komunitas diantara masyarakat kita. Hobi baru tersebut yaitu adopsi boneka arwah. Nama- nama Artis ibukita pun tidak luput juga menjadi booster publik untuk mengikuti langkah mereka, adapun publik figur yang tampil sebagai pengadopsi boneka yang sering disebut spirit doll itu, yaitu desainer ternama Ivan Gunawan, dan deretan artis macam Ruben Onsu, Lucinta Luna, dan Celline Evangelista.

Tidak seperti boneka pada umumnya, boneka bayi ini ramai diperbincangkan karena diperlakukan khusus seperti manusia. Bahkan, dilansir Sonora.id, Queen Athena, salah seorang pemilik boneka arwah asal Bali menyebutkan boneka bayi itu dimasuki arwah anak-anak yang meninggal karena keguguran atau dibunuh.

Dia mengaku memasukkan arwah itu ke boneka dan dirawat sampai waktunya arwah ini dipanggil untuk reinkarnasi.

Sontak isu tersebut mengejutkan publik dan mengundang tanggapan dari berbagai pihak. Mulai dari tokoh agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), psikolog, hingga sosiolog. Mereka memberikan pandangan terkait boneka arwah dari sudut pandang keilmuan masing-masing.

Tak terkecuali ahli sosiologi yang menggunakan paradigma kajian ilmu sosial. Sebagai salah satu rumpun ilmu sosial, kajian sosiologi memiliki ciri non etis. Artinya, kajian yang disampaikan bukan untuk menilai benar atau salahnya suatu fenomena. Melainkan untuk menggambarkan realitas sosial yang sedang terjadi di masyarakat.

Pandangan Ahli Sosiolog Indonesia Tentang Adopsi Boneka Arwah

Bagaimana pandangan para sosiolog terkait boneka arwah? Simak penjelasan dari pandangan dari beberapa ilmuwan sosiolog indonesia, diantaranya sebagai berikut:

1. Teori Interaksionisme Simbolik
Dilansir utustoria, Muhammad Makro Maarif Sulaiman, Sosiolog alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) memandang fenomena itu dari perspektif interaksionisme simbolik. Menurutnya, perlakuan Ivan Gunawan terhadap boneka arwah tersebut merupakan sebuah perilaku yang wajar, unik, dan menarik.

Sebab dia melakukannya dalam keadaan sadar yang melibatkan faktor sosialisasi, penafsiran simbol dan makna serta keputusan merespon.

Dijelaskan, faktor sosialisasi kemungkinan terbentuk dari pengalaman Igun, sapaan akrabnya, dengan anak-anak dan adanya ajaran untuk menyayangi anak-anak. Kemudian, penafsiran simbol dan makna boneka bayi tersebut lebih ditekankan penafsiran dalam proses interaksi sosial.

Artinya, Igun memasuki proses belajar menafsirkan dengan memperlakukan dua simbol boneka bayi seperti anak sungguhan. Dia sedang mengomunikasikan kepada orang-orang terdekatnya dan kepada publik bahwa dia mengaktualisasikan dan memenuhi kebutuhan afeksinya dengan cara memainkan peran seolah-olah sebagai seorang ayah.

Kemudian sebagai pria penyayang anak sehingga menepis penilaian bahwa yang ada dalam diri seorang Igun adalah cenderung feminim tanpa keibuan.

2. Sarana Pencurahan Kasih Sayang, Wujud Interaksi yang Tertukar dan Tren
Dilansir oleh Sonora.id, Wahyu Budi Nugroho, pakar Sosiologi, menyatakan pandangan yang berbeda. Dosen FISIP Universitas Udayana Bali ini menyebutkan boneka arwah berbentuk bayi digunakan sebagai sarana pencurahan kasih sayang.

Menurutnya, boneka bayi itu bisa menjadi sarana substitusi dan aktualisasi diri bagi mereka yang belum menikah atau belum memiliki anak untuk belajar menjadi orang tua.

Lebih lanjut, Wahyu menuturkan wujud relasi orang yang mengadopsi boneka arwah merupakan wujud relasi yang tertukar. Sebab, relasi antara manusia dengan boneka yang pada hakikatnya hanya benda diwujudkan dalam bentuk relasi I-Thou (aku dan kamu). Padahal seharusnya, relasi manusia dengan benda berwujud I-It (aku dan itu).

Tak hanya itu, Wahyu juga berpendapat boneka arwah dapat menjadi tren komoditas konsumtif mengingat harganya yang tidak murah. Sehingga, ada nilai kepuasan dan kebanggaan ketika memilikinya. Namun, dirinya memprediksi tren boneka arwah ini tidak akan bertahan lama, sebab termasuk kebutuhan tersier.

3. Cerminan Masyarakat yang Kesepian
Pendapat lain disampaikan Sigit Rohadi, Sosiolog dari Universitas Nasional. Dilansir oleh news.detik, Sigit menyatakan orang yang memelihara boneka arwah atau spirit doll dengan perlakuan layaknya manusia, mencerminkan masyarakat yang kesepian akibat gejala individualisme yang semakin menguat.

Menurutnya, semua itu tidak lepas dari peran media sosial. Dia menyebut banyak orang yang sibuk di dunia maya tetapi kering dalam berinteraksi di dunia nyata. Peningkatan interaksi di dunia maya inilah yang menurut Sigit mendorong seseorang memilih binatang peliharaan atau boneka yang dijadikan kekasih.

Atau dengan kata lain diperlakukan seperti manusia. Dia pun menuturkan kemajuan teknologi turut menyumbang kesepian hingga manusia seakan kehilangan kemanusiaannya.

 

Sumber: https://tugujatim.id/marak-adopsi-spirit-doll-begini-kata-sosiolog/